Merdeka Belajar – Sekolah Dasar s/d Sekolah Menengah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud),
Nadiem Makarim, membuat kebijakan untuk menghapuskan Ujian Nasional (UN) pada
2021. Bapak Menteri menjelaskan ada empat program pembelajaran nasional. Empat
program itu sebagai kebijakan pendidikan nasional "Merdeka Belajar".
![]() |
credit/dikti.kemendikbud.go.id |
Apa itu program "Merdeka Belajar"? Inilah
penjelasan Mendikbud Nadiem:
1. USBN diganti ujian (asesmen)
Menurut Nadiem,
situasi saat ini USBN membatasi penerapan dari semangat UU Sisdiknas yang
memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan kelulusan. Untuk arah
kebijakan barunya, Tahun 2020 USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang
diselenggarakan hanya oleh sekolah. Nantinya, ujian dilakukan untuk menilai
kompetensi siswa. Dimana ujian dalam bentuk tes tertulis dan atau bentuk
penilaian lain yang lebih komprehensif. Seperti portofolio dan penugasan (tugas
kelompok, karya tulis dan sebagainya). Dengan begitu, guru dan sekolah lebih
merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Bahkan diharapkan anggaran USBN
dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan
kualitas pembelajaran.
2. 2021 UN diganti
Menteri Nadiem melihat
situasi saat ini materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung
menguji penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran. Disamping itu, UN
dianggap jadi beban siswa, guru dan orangtua karena menjadi indikator
keberhasilan siswa sebagai individu. Karenanya tahun 2020, UN akan dilaksanakan
terakhir kalinya. Sebagai penggantinya, pada 2021, UN diubah menjadi Asesmen
Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen tersebut tidak dilakukan
berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang
diterapkan dalam ujian nasional selama ini, melainkan melakukan pemetaan terhadap
dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. Asesmen
ini dilakukan pada siswa di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11).
Arah kebijakan baru ini juga mengaju pada praktik baik padan level
internasional seperti PISA dan TIMSS.
3. RPP dipersingkat
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) selama ini, guru diarahkan mengikuti format RPP secara kaku.
Tetapi nanti guru akan bebas memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan
format RPP. Dulu, RPP terlalu banyak komponen dan guru diminta menulis sangat
rinci (satu dokumen RPP bisa lebih 20 halaman). Tetapi nanti akan dipersingkat
yakni RPP berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. RPP
hanya 1 halaman saja. Sehingga penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan
efektif yang menjadikan guru punya waktu untuk mempersiapkan juga mengevaluasi
proses pembelajaran itu sendiri.
4. Zonasi PPDB lebih fleksibel
Untuk program
"Merdeka Belajar" yang terrakhir ini, Nadiem menjelaskan bahwa
Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB). Adapun kebijakannya, PPDB lebih fleksibel untuk mengakomodasi
ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Menurut Nadiem, komposisi
PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi
minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur
prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah
zonasi," ujar Nadiem.
Merdeka Belajar Pendidikan Tinggi - Kampus Merdeka
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Nadiem Makarim, telah mengeluarkan lima permendikbud mengenai
landasan penerapan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka.
Untuk praktiknya, Nadiem mengatakan bahwa inovasi
dan kreativitas perguruan tinggi sangat penting dalam menjalankan kebijakan
Kampus Merdeka.
Di Jakarta, salah satu universitas swasta mengklaim
telah menerapkan konsep Kampus Merdeka sejak lama, jauh sebelum kebijakan
tersebut dikeluarkan oleh Menteri Nadiem. "Di kampus Budi Luhur, mahasiswa
merdeka untuk memilih kuliah sesuai hobi. Tentunya hal tersebut ditopang dengan
kurikulum yang merdeka juga. Sehingga mahasiswa dapat memiliki banyak keahlian
di luar jurusan yang ia pilih," kata Rektor Universitas Budi Luhur, Wendi
Usino, M.Sc., MM dalam siaran pers.
Tak hanya itu, Wendi juga mengatakan bahwa kebebasan
memilih jadwal kuliah dapat disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.
"Proses belajar juga dapat ditentukan oleh si mahasiswa sendiri. Kampus
yang menerapkan blended learning ini memberikan kemudahan belajar bagi para
mahasiswanya. Jadi, dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun mereka tidak
ketinggalan pelajaran," tambahnya.
Di sisi lain, skripsi atau tugas akhir di kampus
kerap menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa tingkat akhir. Sama seperti
pelajar sekolah menengah yang dibuat pusing oleh Ujian Nasional, mahasiswa juga
cenderung memiliki tendensi negatif terhadap skripsi.
Melalui konsep Kampus Merdeka, diharapkan mahasiswa
dapat memilih untuk mengambil atau tidak mengambil skripsi sebagai syarat lulus
dan menggantinya dengan tugas magang atau mata kuliah tambahan.
"Ada lulus dengan alternative skripsi, sehingga mahasiswa tidak terlalu terbebani oleh syarat kelulusan yang berupa pembuatan skripsi. Kurikulum lintas prodi yang dapat diambil oleh mahasiswa ditawarkan sebagai paket kompetensi yang dapat mereka pilih nantinya," tutup Wendi.
Arti “Kampus Merdeka” dalam Empat Kebijakan “Merdeka
Belajar” oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim
Nadiem menegaskan kebijakan Kampus Merdeka ini
merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling
memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri,
tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang.
Berikut adalah kebijakan yang dikeluarkan untuk
Kampus Merdeka.
"Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan
kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan
untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai
mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang," disampaikan
Mendikbud dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi di Gedung D kantor
Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
- Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Ditambahkan oleh Mendikbud, “Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C”. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan bahwa kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. "Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan," ujar Menteri Nadiem.
- Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Mendatang, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis. Nadim Makarim mengatakan pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Sementara untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun. Akreditasi A akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Dan adpun daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.
- Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi. Sementara itu, kebijakan Kampus
- Merdeka
yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata
kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit
Semester (SKS). Menteri
mengatakan bahwa perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa
untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di
luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS. Ditambah,
mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya
sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh dan ini
tidak berlaku untuk prodi kesehatan.
Disisi lain, saat ini bobot SKS untuk kegiatan
pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk
mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau
praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Lebih lanjut, Mendikbud
menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai SKS. Setiap SKS diartikan
sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'. Kegiatan di sini berarti
belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi,
pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen,
maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.
Mendikbud mengatakan bahwa setiap kegiatan yang
dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya.
Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program
yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektor.
Mendikbud menerangkan bahwa paket kebijakan Kampus
Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan
tinggi. Menteri mengatakan ini menjadi tahap awal untuk melepaskan belenggu
agar lebih mudah bergerak. Kita masih belum menyentuh aspek kualitas. Akan ada
beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu perguruan tinggi mencapai
target.
Sumber : Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Posting Komentar
Posting Komentar